Emang ada ya Spongebob Jabrik kayak yang di kanan itu ... ???!!!???!!!??? :-D
Minggu, 19 April 2009
Spongebob a la Vima
Sebetulnya Vima nggak tahu apa itu Spongebob ... wong nggak pernah nonton TV ;-p Tapi dia memperhatikan waktu kakak sepupunya, Irine, menggambar beberapa waktu lalu. Kak Irine bilang, "Ini gambar Spongebob!" Alhasil, dua hari kemudian di rumah, Vima coba meniru apa yang dia lihat dari gambar Kak Irine. Inilah hasilnya: dua rupa Spongebob a la Vima ...
Lagu-lagu Terbaru Vima
Vima punya memori yang baik untuk lirik dan melodi lagu. Apalagi memang pagi, siang, sore dia selalu terekspos pada lagu-lagu anak, jadinya hampir semua lagu TK sudah dia kuasai. Dalam metode CM, eksposur inilah metode terbaik untuk mengajarkan sesuatu. Tidak perlu menyisihkan waktu formal untuk mengajarinya menyanyi, asal sering mendengar lagu itu, berulang-ulang diputarkan atau diajak menyanyi sambil melakukan kegiatan sehari-hari, tanpa sadar sudah banyak sekali lagu yang akan anak ingat.
Ingin lihat Vima menyanyi? Ini empat di antara sekian lagu favoritnya yang kurekam di hapeku.
Ingin lihat Vima menyanyi? Ini empat di antara sekian lagu favoritnya yang kurekam di hapeku.
Sahabat Depan Rumah
Walaupun relatif pemalu, Vima punya banyak teman di gang tempat rumah kami, maupun di gang-gang sebelah. Satu yang paling akrab dengannya bernama Amelia, cucu ibu penjual sayur seberang rumah kami.
Dua anak ini beda umur setahun persis, Amel lebih tua. Tanggal lahir mereka hanya selisih satu hari, tapi tinggi dan berat badan nyaris sama. Hanya saja, Amel lebih 'dewasa' dan lebih sering mengalah sama Vima yang suka keras kepala (genetik tuh, siapa dulu dong ibunya ... hehehe ...)
Kedua ortu Amel bekerja dari pagi sampai sore, jadinya bermain dengan Vima jadi hiburan juga buat Amel. Begitu mandi - kadang malah begitu bangun tidur - dia sudah mampir ke rumah. Bermain segala macam dengan Vima yang juga masih 'kopet' berpiama (NB: tradisinya, Vima baru mandi setelah sarapan).
Dua anak ini beda umur setahun persis, Amel lebih tua. Tanggal lahir mereka hanya selisih satu hari, tapi tinggi dan berat badan nyaris sama. Hanya saja, Amel lebih 'dewasa' dan lebih sering mengalah sama Vima yang suka keras kepala (genetik tuh, siapa dulu dong ibunya ... hehehe ...)
Kedua ortu Amel bekerja dari pagi sampai sore, jadinya bermain dengan Vima jadi hiburan juga buat Amel. Begitu mandi - kadang malah begitu bangun tidur - dia sudah mampir ke rumah. Bermain segala macam dengan Vima yang juga masih 'kopet' berpiama (NB: tradisinya, Vima baru mandi setelah sarapan).
Aku - yang merasa beruntung bisa punya lebih banyak waktu untuk mendampingi anakku ketimbang mamanya Amel - sering berusaha mengajak Amel ikut pergi ke tempat Vima juga pergi bermain. Ke perpustakaan daerah, ke kebun binatang mini Taman Lele di Krapyak, ke taman umum di kampung tetangga, memberi makan monyet di tembok dekat kuburan kampung kami, sampai ke kolam bola di mal ...
Kadang mereka berselisih, kadang mereka berebut mainan, kadang mereka 'galak-galakan', tapi lebih sering mereka bermain bareng dengan damai - petak umpet, pentas nyanyi, menggambar, melukis, bersandiwara dengan boneka bayi masing-masing ... Sungguh asyik mengamati semua dinamika 'sosialisasi' mereka berdua ini :-)
Rabu, 11 Februari 2009
Huh?
Aku amati ada suatu hal yang 'bermasalah' di Vima belakangan ini. Ia suka melontarkan kata "Huh?" saat aku atau si mbak bicara dengannya. Dengan "Huh?" itu, ia memasang wajah tak mengerti sehingga kami terpaksa harus mengulangi lagi apa yang kami katakan. Tapi lagi-lagi ia melontarkan "Huh?", meminta kami mengulang lagi untuk ketiga kalinya.
Wah .... ini tak bisa dibiarkan! (pikirku)
Seperti ditulis oleh Charlotte Mason, satu dari tiga kebiasaan baik yang masuk prioritas tertinggi dalam daftar kebiasaan baik yang perlu dilatih dalam diri anak adalah daya perhatian, habit of attention. Dalam buku Laying Down the Rails, Sonya Shafer meringkas definisinya menjadi "mengarahkan segenap kekuatan benak kepada apa yang sedang dihadapi; pikiran yang 'melihat' dengan konsentrasi penuh".
Mengapa habit of attention begitu penting? Sebab di dalam otak kita, berbagai macam gagasan muncul silih berganti seperti arus yang mengalir ke berbagai arah. Kalau kita tidak dapat mengendalikan arus gagasan itu, maka pikiran kita akan terlempar ke sana kemari, terombang-ambing dan segera kehilangan arah.
Charlotte Mason meminta para orangtua melatih habit of attention anak-anak mereka sejak dini, bahkan sejak bayi. "Seorang bayi, walaupun punya daya luar biasa untuk mengobservasi sesuatu, belum punya daya perhatian. Hanya satu menit, mainan yang tadinya dia sukai sudah dia jatuhkan dari jari-jari mungilnya, dan matanya mengembara ke hal-hal lain yang menyenangkan. Tapi bahkan pada tahap ini daya perhatian sudah bisa dilatih; mainan yang tadi dibuang kita ambil kembali, dan, dengan seruan 'Lihat!' serta suatu pertunjukan, bunda membuat mata bayinya terpaku kembali selama beberapa menit penuh - dan inilah pelajaran pertamanya dalam hal daya perhatian." (Vol. 1, hlm. 139-140)
Kembali ke Vima. "Huh?" tadi menjadi gejala berkembangnya kebiasaan yang bertentangan dengan habit of attention. Jadi, aku harus dengan segera, cermat, dan konsisten "menyiangi" kebiasaan buruk ini. Lantas inilah yang kulakukan: setiap kali aku berbicara dan Vima menjawab, "Huh?" aku diam saja pura-pura tidak dengar huh itu. Atau, jika aku merasa barangkali Vima memang belum menangkap maksudnya, aku akan mengulangi lagi kalimat itu dengan formulasi kata-kata yang berbeda. Dan jika setelah diulang ini ia masih berkata, "Huh?" aku tidak akan mengulangi untuk ketiga kalinya. (NB: si Mbak juga kuberitahu supaya menerapkan hal yang sama kalau Vima ber-"Huh?" kepadanya)
Setelah kuterapkan beberapa waktu, tampaknya mulai ada hasil. Kalau aku diam saja, tidak mengulangi kalimatku sekalipun ia bilang "Huh?" biasanya dia akan terdiam sejenak berpikir keras berusaha mengingat-ingat apa yang tadi aku katakan. Dan ternyata dia bisa ingat kalimat yang kukatakan itu! Juga kuperhatikan, "Huh?"-nya sekarang jadi lebih jarang.
Selasa, 13 Januari 2009
Balok Susun
Akhir tahun kemarin, aku belikan Vima seember kecil balok susun. Selang beberapa hari, tante Keke datang dari Jakarta juga membawakan oleh-oleh balok susun satu toples. Jadi Vima sekarang punya dua set balok susun yang dia suka mainkan bareng teman-temannya, anak-anak tetangga kami. Sepertinya Vima belum terlalu memikirkan bentuk apa yang sedang dia susun itu. Dia lebih menikmati eksplorasi menyambung-nyambungkan satu balok dengan balok yang lain. Semakin tinggi, semakin memuaskan baginya.
Ini dia satu lagi foto Vima nampang dengan balok susun kreasinya. Walaupun wajah masih kusut habis bangun tidur, cuek ajah ya.
Bikin Kalung
Tadinya pengen cari balok susun, tapi malah akhirnya beli perkakas prakarya manik-manik. Vima semula kesulitan, tapi karena karep mencoba terus lama-lama dia mulai mahir juga. Inilah proses Vima membikin kalung pertamanya ...
Gambar Bentuk Pertama
Vima suka corat-coret. Acap kali sambil corat-coret dia akan bercerita tentang apa yang digambarnya. "Ini bebek, ini matanya, ini kupingnya, ini tangannya, ..." walaupun terus terang dari sudut pandang orang dewasa gambarnya itu tidak mbentuk sama sekali.
Tapi dua gambar yang ini beda. Meskipun masih plethat-plethot tapi bentuknya sudah jelas. Dan Vima pun sepertinya menyadari hal itu. Begitu selesai goras-gores, dia langsung bisa mengklaim sendiri gambar apa yang sudah dia buat.
"Ini ikan!" (sori, mau motret keliru pasang opsi kamera ... hehe ...)
"Ini orang!"
Tapi dua gambar yang ini beda. Meskipun masih plethat-plethot tapi bentuknya sudah jelas. Dan Vima pun sepertinya menyadari hal itu. Begitu selesai goras-gores, dia langsung bisa mengklaim sendiri gambar apa yang sudah dia buat.
"Ini ikan!" (sori, mau motret keliru pasang opsi kamera ... hehe ...)
"Ini orang!"
Langganan:
Postingan (Atom)