Waktu bermain. Inilah keprihatinanku kalau dengar atau baca penuturan tentang jadwal harian anak-anak begitu mereka masuk sekolah. Sekolah dari pagi sampai siang, istirahat sebentar, sorenya les ini-itu, lantas malamnya kerjakan PR. Kapan mereka bisa bermain? Padahal sudah banyak hasil riset yang menegaskan bahwa bermain sangat penting untuk tumbuh kembang anak, baik aspek intelektual, kreativitas, maupun sosialnya. Salah satu artikel panjang tentang ini baru saja dimuat di New York Times. Katanya, bagi anak-anak bermain sama pentingnya dengan tidur.
Mengikuti anjuran Charlotte Mason, aku berusaha sebisa-bisanya mengekspos Vima dengan permainan di alam terbuka. Memberi kesempatan dia berkenalan dengan objek-objek alam: melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membaui, menginjak, meremas, mengublek-ublek ... terserah dia deh, pokoknya. Sebisa mungkin aku tidak banyak turut campur tentang apa yang ingin ia kerjakan saat itu. Masterly inactivity, kata Charlotte. Biarkan anak membangun relasinya sendiri dengan segala sesuatu di dunia sekitarnya.
Sejauh ini aku lihat dampaknya positif. Daya pengamatan dan perhatian Vima sangat bagus. Lagipula, banyak bermain di alam terbuka membuat energi Vima tersalurkan, egonya pun secara natural teralihkan ke luar dirinya. Itu membantu perkembangan karakternya.
Sesuai asumsi CMers (yang dikokohkan oleh berbagai hasil riset) bahwa eksplorasi bebas sangat penting terutama pada enam tahun pertama, kebebasan bermain ini akan Vima nikmati tanpa pengurangan sedikit pun sampai ia kelak 6-7 tahun. Maka, dengan ini kuucapkan "selamat tinggal!" pada opsi PG dan TK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar