Hari Kamis, 19 Juli 2007
Tanpa sengaja muncul ide untuk mengenalkan Vima pada kegiatan corat-coret. Dia sedang makan dan tampak bosan. Kebetulan di ruangan itu ada setumpuk makalah bekas dan sebuah spidol, maka kubiarkan dia mencorat-coret makalah bekas itu (plus lantai dan betisnya!). Hasilnya: sebuah lukisan abstrak :-) Untunglah spidol itu jenis yang bisa dihapus, jadi gampang dibersihkan. Corat-coret ini juga punya efek “penenang” ketika Vima harus kubawa saat kegiatan gereja Sabtu berikutnya. Dengan lantai keramik sebagai papan tulis, aku bisa ikut ibadah dengan tenang karena Vima sudah cukup asyik menikmati acaranya sendiri.
Ini dia si tukang orat-oret:
Tanpa sengaja muncul ide untuk mengenalkan Vima pada kegiatan corat-coret. Dia sedang makan dan tampak bosan. Kebetulan di ruangan itu ada setumpuk makalah bekas dan sebuah spidol, maka kubiarkan dia mencorat-coret makalah bekas itu (plus lantai dan betisnya!). Hasilnya: sebuah lukisan abstrak :-) Untunglah spidol itu jenis yang bisa dihapus, jadi gampang dibersihkan. Corat-coret ini juga punya efek “penenang” ketika Vima harus kubawa saat kegiatan gereja Sabtu berikutnya. Dengan lantai keramik sebagai papan tulis, aku bisa ikut ibadah dengan tenang karena Vima sudah cukup asyik menikmati acaranya sendiri.
Ini dia si tukang orat-oret:
The Well-Trained Mind memberi informasi bahwa sampai usia 6 tahun banyak anak yang belum berkembang sempurna kemampuan motorik halusnya. Sebagai orangtua kita tidak perlu terlalu ambisius memaksa anak belajar menulis. Yang penting kenal alfabet dan bisa baca dulu. Latihan menulis pelan-pelan saja. Untuk melatih kemampuan motorik halus anak batita seperti Vima, sesuai anjuran WTM, aku musti mendorong dia banyak-banyak menggambar dan bereksplorasi dengan jarinya. (Sayang, aku tidak sempat memfoto Vima waktu bermain-main dengan tepung havermut dan kacang hijau giling ... but she surely enjoys that activity!).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar