Dibesarkan dalam tipikal keluarga kelas menengah di Indonesia yang berpembantu, aku tidak ingin Vima mengulangi "cacat" karakterku. Semasa kecil, praktis aku selalu dilayani (ada mbak gitu loh ...) dan tidak pernah menggarap kerjaan rumah alias chores macam nyapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, nyetrika, dsb. -- kecuali waktu si mbak mudik selama Lebaran. Baru setelah ngekos di luar kota saat kuliah, aku belajar seratus persen mandiri. Tapi sampai saat ini, harus kuakui, aku tetap saja kurang terampil soal chores ini, terutama dalam hal masak-memasak. Ini kekuranganku, dan aku mau Vima lebih baik daripada aku.
Maka, sedari dini aku upayakan supaya Vima mandiri. Apa saja yang bisa dia kerjakan, aku dorong dia melakukannya sendiri, sebisa dia. Mencopot baju, merapikan mainan, melepas sepatu lantas menatanya di tempat semula, mengelap meja makan kecilnya, dll. Aku juga mengajak dia mengambil bagian dalam tugas-tugas rumah tangga, sekecil apa pun. Misalnya: duduk menemani saat aku mencuci baju (asalkan dia tenang saja sudah cukup bagiku, karena itu berarti aku bisa konsentrasi ke cucian ;-p) atau ikut menurun-nurunkan bantal dan guling waktu aku mau bersihkan kasur setiap pagi.
Beberapa bulan terakhir ini, ia mulai terampil makan sendiri dan mulai bisa minum dari gelas. Seminggu belakangan ia malah bisa memegang gelas sendiri waktu minum. Siiiip ... lah!! :)
Nyem-nyem, gluk-gluk ...
nyem-nyem
[Buat yang mbatin kenapa meja makan Vima kok kotor banget, ini lho sebabnya: begitu acara makan dimulai dan dia didudukkan di kursi istimewanya itu, langsung dia bilang, "Tulis tulis!" Lantas corat-coret pastel pun terjadilah. Meja makan pun jadi serasa whiteboard. Harap maklum adanya ;-p ...]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar