Aku amati ada suatu hal yang 'bermasalah' di Vima belakangan ini. Ia suka melontarkan kata "Huh?" saat aku atau si mbak bicara dengannya. Dengan "Huh?" itu, ia memasang wajah tak mengerti sehingga kami terpaksa harus mengulangi lagi apa yang kami katakan. Tapi lagi-lagi ia melontarkan "Huh?", meminta kami mengulang lagi untuk ketiga kalinya.
Wah .... ini tak bisa dibiarkan! (pikirku)
Seperti ditulis oleh Charlotte Mason, satu dari tiga kebiasaan baik yang masuk prioritas tertinggi dalam daftar kebiasaan baik yang perlu dilatih dalam diri anak adalah daya perhatian, habit of attention. Dalam buku Laying Down the Rails, Sonya Shafer meringkas definisinya menjadi "mengarahkan segenap kekuatan benak kepada apa yang sedang dihadapi; pikiran yang 'melihat' dengan konsentrasi penuh".
Mengapa habit of attention begitu penting? Sebab di dalam otak kita, berbagai macam gagasan muncul silih berganti seperti arus yang mengalir ke berbagai arah. Kalau kita tidak dapat mengendalikan arus gagasan itu, maka pikiran kita akan terlempar ke sana kemari, terombang-ambing dan segera kehilangan arah.
Charlotte Mason meminta para orangtua melatih habit of attention anak-anak mereka sejak dini, bahkan sejak bayi. "Seorang bayi, walaupun punya daya luar biasa untuk mengobservasi sesuatu, belum punya daya perhatian. Hanya satu menit, mainan yang tadinya dia sukai sudah dia jatuhkan dari jari-jari mungilnya, dan matanya mengembara ke hal-hal lain yang menyenangkan. Tapi bahkan pada tahap ini daya perhatian sudah bisa dilatih; mainan yang tadi dibuang kita ambil kembali, dan, dengan seruan 'Lihat!' serta suatu pertunjukan, bunda membuat mata bayinya terpaku kembali selama beberapa menit penuh - dan inilah pelajaran pertamanya dalam hal daya perhatian." (Vol. 1, hlm. 139-140)
Kembali ke Vima. "Huh?" tadi menjadi gejala berkembangnya kebiasaan yang bertentangan dengan habit of attention. Jadi, aku harus dengan segera, cermat, dan konsisten "menyiangi" kebiasaan buruk ini. Lantas inilah yang kulakukan: setiap kali aku berbicara dan Vima menjawab, "Huh?" aku diam saja pura-pura tidak dengar huh itu. Atau, jika aku merasa barangkali Vima memang belum menangkap maksudnya, aku akan mengulangi lagi kalimat itu dengan formulasi kata-kata yang berbeda. Dan jika setelah diulang ini ia masih berkata, "Huh?" aku tidak akan mengulangi untuk ketiga kalinya. (NB: si Mbak juga kuberitahu supaya menerapkan hal yang sama kalau Vima ber-"Huh?" kepadanya)
Setelah kuterapkan beberapa waktu, tampaknya mulai ada hasil. Kalau aku diam saja, tidak mengulangi kalimatku sekalipun ia bilang "Huh?" biasanya dia akan terdiam sejenak berpikir keras berusaha mengingat-ingat apa yang tadi aku katakan. Dan ternyata dia bisa ingat kalimat yang kukatakan itu! Juga kuperhatikan, "Huh?"-nya sekarang jadi lebih jarang.